Gerimis malam itu masih saja belum reda. Aku tetap saja menanti berhentinya kereta api di stasiun Gambir, menunggu kepulangan Abim yang selalu kunantikan suara lembutnya.Jujur aku sangat rindu padanya dan rindu itu kurasa amat menyekam setelah hampir satu tahun ini kami terpisah pada jarak. Abim berkuliah di yogyakarta sedangkan aku sendiri meneruskan kuliahku di Jakarta.
Kereta api sudah berhenti dan penumpang berhuyung-huyung turun. Mataku sibuk mencari Abim diantara kerumunan orang berlalu-lalang. Namun sayang tak kudapati Abim di sana. Janjinya untuk datang menemuiku kurasa hanya janji belaka. Kesetiaanku menunggunya di stasiun selama dua jam berlalu begitu saja. Amat dingin kurasa udara malam itu, tapi hatikulah yang lebih merasakan dingin. Mimpiku yang saat itu akan kurasakan pelukan hangat Abim serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.
Aku masih saja berdiri termangu. Mataku sudah basah akan air mata, menahan gejola hatiku yang kian membara.
“hai…lama ya nunggu aku” ucap seseorang lembut.
Aku berbalik arah. Mataku melotot terkejut melihat Abim telah berdiri di depanku seraya nyunggingin senyum manisnya. Aku hanya tersenyum haru dan semenit kemudian aku segera merangkul Abim, melepaskan kerindukanku padanya selama ini.
“kamu membuatku hampir menangis Bim” ucapku di sela isakan tangisku.
“bukan hampir tapi emang sudah kan?” canda Abim. Aku memukul kecil dada Abim. Merasa haru sekaligus bahagia. Abim hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.
“kita pulang yuk..” ajak Abim.
Aku termangu sesaat. Kecupan lembut yang begitu kurindukan tak kudapati saat itu. Sikap Abim yang selau kaku tetap kudapati meski telah satu tahun kami terpisah pada jarak. Jujur Abim bukanlah tipe cowok romantis. Abim adalah cowok tegas dan bijaksana yang tak pernah memberiku belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun begitu aku selalu sayang dan cinta dia. Aku sendiri yakin bahwa Abim juga mencintaiku. Buktinya selama lebih tiga tahun kami pacaran tak sekalipun Abim menyakitiku. Abim selau membuatku tertawa diantara nada-nada humornya. Selama kami pacaran Cuma sekali Abim menciumku ketika aku ulang tahun dan itupun juga di kening.
“he..kok ngelamun sih, pulang yuk.” Kata Abim mengagetkanku. Aku mengangguk pelan dan membiarkan Abim menggandeng tanganku. Ada yang janggal saat itu kurasakan. Ya.. Abim mau menggandengku.
Satu jam telah berlalu sia-sia. Abim tak kunjung datang malam itu sesuai janjinya untuk menemuiku di taman. Aku hanya sabar menunggu meski setiap menit malam itu kurasakan penuh dengan rasa iri ketika melihat pasangan adam dan hawa yang tengah memadu kasih. Romantis sekali. Aku jadi teringat akan kata-kata Mita tadi siang yang membuat perasaanku bimbang.
“menurut gue pacaran tanpa belaian dan ciuman itu ibarat makan tanpa lauk, kurang lengkap.” Ceplos Mita mengomentariku ketika kuceritakan tentang sikap Abim selama kami pacaran. Mendengar komentar Mita aku hanya tertunduk.
“coba elo pikir selama elo pacaran apa yang sudah Abim kasih ke elo. Cuma kasih sayang? Itu kurang non, apa elo cukup puas dengan ngerasain kasih sayang itu dan apa elo sudah pernah dapat wujud dari kasih sayang itu?”
“maksud elo?”tanyaku tak mengerti.
“misalnya kalau dia apel dia ngasih setangkai mawar buat elo atau setidaknya dia mencium kening elo sebagai ungkapan dia sayang dan cinta sama elo”
“Abim memang tidak pernah melakukannya Mit…” kataku datar.
“lha trus kenapa elo betah. Cowok nggak romantis gitu kenapa masih elo pertahankan. Bisa makan ati tahu nggak! Boro-boro elo dibelai dipegang saja tidak. Menurut gue cowok seperti itu tidak bisa menghargai arti cinta. Elo benda hidup Rini yang kadang juga ingin disentuh, tapi sayangnya elo bego jika harus rela menyerahkan hati elo pada dia.” ucap Mita panjang lebar yang selalu mengiang-ngiang di telingaku.
Apa benar kata Mita? Entahlah aku sendiri tak mengerti. Kadang aku sendiri sempat berfikir apa benar Abim mencintaiku, karena selama ini Abim tak sekalipun membelaiku ketika dia apel. Hatiku benar-benar sakit mengingat itu semua. Abim bukanlah tipe cowok romantis yang selau kuimpikan, Abim yang selau bersikap biasa bila bersamaku dan anehnya semua itu kujalani begitu saja selama tiga tahun lebih Bukan waktu yang singkat memang, karena itu aku selalu berusaha menepis jauh-jauh kegundahanku soal cowok romantis. Tapi tidak dengan malam itu. Ketidaksabaranku menunggu Abim yang molor datang membuatku semakin yakin kalau Abim tidak menyayangiku ataupun mencintaiku. Hubungan itu hanya sebagai hubungan berstatus pacaran tapi tanpa cinta. Meskipun tiga tahun yang lalu Abim resmi mengikrarkan cintanya padaku.
“kamu lama ya menugguku? Maaf mobilku mogok tadi” kata Abim menghentikan niatku yang ingin meniggalkan taman saat itu juga.
“tidak ada alasan lain?” tanyaku sinis. Abim menatapku janggal.
“kamu marah Rin?”, tanya Abim datar.
Aku hanya acuh tak acuh. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Abim jika melihat aku marah. Aku ingin Abim mengerti apa yang aku iginkan, menjadi cowok romantis itulah mimpiku. Tidak seperti saat itu. Aku dan Abim duduk dalam jarak setengah meter. Tidak dekat dan mesra-mesraan seperti pasangan lain malam itu.
“Rin maafin aku, tapi mobilku emang tadi mogok.”
“kamu kan bisa telepon atau sms aku bim, bukan dengan cara membiarkanku menuggumu kayak gini.”
“aku lupa bawa Hp Rin.”, ucapnya pelan. Aku tetap tak mengindahkannya.
“kamu tahu tidak bim, malam ini aku semakin yakin kalau kamu memang tidak pernah serius mencintaiku” paparku tersendat.
“Rin kenapa kamu bicara seperti itu. Apa kamu kira selama tiga tahun lebih kita pacaran aku hanya iseng saja. Aku pikir kamu bisa paham tentang aku, tapi nyatanya…”
“ya aku memang tidak paham tentang kamu. Kamu yang kaku dan beku bila di sampingku yang tidak pernah membelaiku dan mengucapkan kalimat-kalimat indah di telingaku. Kamu yang cuma sekali mencium dan berkata aku cinta kamu. Kamu yang tidak memberiku perhatian-perhatian romantis selama ini. Kamu..kamu bim membuatku muak dengan semua ini”, kataku dengan nada tersendat.
Mataku telah tergenang air hangat dan aku sunguh tidak sanggup lagi membendungnya.
“jadi kamu pikir cinta cuma bisa diungkapkan dengan keromantisan Rin, kamu kira apa hubunga kita terjalin tanpa rasa apa-apa dariku?”, tanya Abim.
Aku masih terdiam bisu dalam tangisku.
“Rin..selama ini aku mengira kamu sudah mengerti banyak tentang aku, tapi ternyata aku salah. Kamu bukan Riniku yang dulu..”
“kamu memang salah menilai aku dan akupun juga salah menilai kamu. Menilai tentang hatimu dan tentang cintamu selama ini”
“perlu kamu tahu Rin aku sangat mencintaimu dan sayangnya rasa cintaku ini harus kamu tuntut dengan keromantisan”
“aku tidak bermaksud menuntut bim, aku cuma ingin hubungan kita indah seperti orang lain”
“wujud dari keindahan itu bukan terletak pada keromantisan Rin tapi terletak pada cinta itu sendiri. Aku tidak pernah membelai dan menciummu karena aku menghormati cinta kita. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi ternoda dengan hal-hal yang dimulai dari belaian ataupun ciuman. Aku sayang kamu dan dengan itulah aku bisa buktikan seberapa dalam aku mencintaimu”
Dadaku berdesir seketika. Segera kutatap mata teduh Abim. Disana kudapati keteduhan cinta dan kasihnya.
“Rin…jika kamu anggap cinta cuma bisa dinyatakan dengan sentuhan-sentuhan keromantisan itu salah. Cinta bukan cuma itu saja. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga hubungan suci itu tetap suci sampai kita benar-benar terikat pada hubungan yang halal. Selama ini aku kira kamu bisa mengrti itu semua. Tapi aku salah dan untuk itu aku minta maaf jika aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kamu mau”
“Bim aku cuma..”, ucapku tak kuteruskan.
Ada rasa sesak yang keluar begitu saja di hatiku. Aku telah melukai Abim dan itu bisa kulihat dari kalimat datarnya.
“kamu tidak salah Rin dalam hal ini. Dan sepautnya aku melepaskanmu malam ini, membiarkanmu mencari cowok romantis seperti harapmu. Jangan kamu kira aku tidak pernah mencintaimu, karena itu membuatku terluka. Jujur selama hidaupku aku tidak pernah memikirkan gadis lain selain dirimu”
Bersaman kalimat itu Abim berlalu meninggalkanku. Entah…kenapa bibirku tak mampu mencegah langkah Abim. Semua kurasa bagai mimpi. Hanya dengan satu kesalahan kubuat semua berakhir dalam sekejap.Air matakupun sudah mengalir deras. Seharusnya aku bangga memiliki Abim yang tidak pernah neko-neko. Seharusnya aku tidak mendengarkan pendapat-pendapat Mita tentang cowok romantis. Seharusnya aku tidak membuat Abim terluka saat itu.
Kereta api di stasiun Gambir sudah berangkat dua menit setelah aku tiba di sana. Aku berlari kesana-kemari memanggil-manggil nama Abim dari jendela satu ke jendela lain. Namun usahaku itu tanpa hasil. Kereta api dengan perlahan telah membawa Abimku dan juga cintaku pergi jauh. Aku berdiri terpaku melihat kereta api yang kian menjauh. Sesalku menumpuk. Aku datang terlambat hingga tidak sempat mengatakan maafku pada Abim.
Kini aku mulai sadar bahwa tidak ada yang lebih bisa membahagiakanku kecuali dengan kehadiran Abim. Bagaimanapun dia, romantis ataupun tidak dialah orang yang benar-benar aku cintai. Kenangan-kengan indah bersamanya walau tanpa kemesraan saat itu membelaiku dengan rasa yang teramat. Asaku telah pergi dan itu cuma bisa kulakukan dengan menangis terpekur di tempatku berdiri. Hidupku tiada arti tanpa Abim, dengan mencintainya apa adanya itu sudah lebih dari cukup. Tidak ada lagi tuntutan untuk dia berubah menjadi Abim yang romantis. Rasa sesal telah membuatku menyimpan permintaan maaf untuk Abim.
Sampai dadaku tersentak merasakan tangan seseorang meraih bahuku. Aku menatap tajam wajah itu. Mata teduhnya yang selalu membuatku merasa damai jika didekatnya. Kelebutan jiwanya senantiasa menyuguhkan warna indah dalam memoriku dan sungguh tidak ada yang lebih romantis selain dia….
http://bacaanku.web44.net
0 komentar:
Posting Komentar